Sejarah Sega: Penguasa Game Konsol Sebelum PlayStation

Sejarah Sega: Penguasa Game Konsol Sebelum PlayStation

Admin
others Jan 07, 2021
SHARE ON
1686718539_sejarah-sega-penguasa-game-konsol-sebelum-playstation-1.jpg

Bagi Anda yang kelahiran tahun 80-an dan 90-an, tentu sudah tidak asing lagi dengan Sega, bukan? Ya, Sega merupakan salah satu merk game konsol yang begitu populer kala itu. Sebelum akhirnya PlayStation milik Sony, Xbox milik Microsoft, dan Nintendo begitu populer, penguasa game konsol ada di tangan Sega. Namun, kekuasaan yang dimiliki Sega tidak berlangsung lama. Saat ini, Sega tidak lagi mengembangkan game konsol dan memilih untuk fokus mengembangkan game saja. Simak ulasan berikut untuk mengetahui bagaimana sejarah dari berdirinya Sega. 

Sega Corporation atau yang lebih populer disebut dengan Sega merupakan perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Jepang, tepatnya di Ota, Tokyo. Kepopulerannya membuat perusahaan ini memiliki banyak kantor di berbagai negara lainnya. Seperti kantor Eropa yang bermarkas di Brentford London, kantor Amerika yang bermarkas di San Francisco, kantor Australia yang bermarkas di Sydney, dan masih banyak lagi. 

Perusahaan yang berdiri pada tahun 1960 ini baru meluaskan wawasannya pada pengembangan arcade dan home console pada tahun 1977. Selanjutnya, di tahun 1980-an, Sega mulai merilis Sega Master System atau SMS yang merupakan game konsol dengan 8-bit. Tidak hanya populer di Jepang, game konsol ini juga sangat populer di Eropa. Bahkan, kehadirannya mampu menjadi pesaing Nintendo pada saat itu. Sayangnya, Sega Master System ini tidak berhasil di pasar Amerika. Meski memiliki kekurangan, SMS masih bisa bertahan hingga satu dekade di beberapa pasar.

Di tahun 1988, Sega merilis sebuah game baru yang merupakan game role play dengan judul Phantasy Star. Perilisan game baru ini secara khusus diluncurkan untuk pengguna Sega Master System. Satu tahun kemudian, tepatnya tahun 1989, Sega kembali merilis home console yang baru dengan nama Sega Genesis atau yang juga disebut dengan Sega Mega Drive. Berbeda dengan Sega Master System yang hanya memiliki kemampuan 8-bit, Sega Genesis mampu mencapai 16-bit.

Kemunculan game baru ini menjadi saingan berat dari Super Nintendo yang dirilis dua tahun kemudian. Perilisan Sega Genesis bisa dibilang cukup sukses karena berhasil terjual hingga 40 juta unit. Di Indonesia, game konsol ini juga terbilang cukup populer di tahun 90-an. Sonic the Hedgehog menjadi game Sega Genesis yang paling laris di pasaran. Hal ini membuat Sega memutuskan Sonic the Hedgehog sebagai maskot baru Sega pada saat itu.

Selanjutnya, di tahun 1991, Sega mengenalkan aksesori game konsol terbarunya, yakni Sega CD. Aksesori berbentuk CD ROM ini bisa digunakan oleh para pengguna Sega Genesis saat itu. Setelah berhasil dirilis di Jepang, pada tahun 1992 Sega CD dirilis di Amerika dan di Eropa pada tahun 1993. Sayangnya, peluncuran Sega CD di Amerika Serikat mengalami kegagalan dan tidak diterima baik oleh gamers. Di tahun 1996, Sega memutuskan untuk memberhentikan produksi dari Sega CD.

Tidak mau putus asa, Sega kemudian kembali merilis Sega 32X yang merupakan produk tambahan untuk Sega Genesis. Perilisan Sega 32X pada tahun 1994 ini bisa dibilang cukup menggemparkan. Bagaimana tidak, Sega menjual produk tambahan game konsolnya dengan harga yang cukup fantastis. Sayangnya, langkah yang diambil tidaklah tepat. Lagi-lagi perilisan produk tambahan ini terbilang gagal, meski berhasil menjual produk hingga 800.000 unit.

Sebelum Sony merilis PlayStation untuk pertama kalinya di akhir tahun 1994, beberapa minggu sebelumnya Sega memutuskan untuk merilis Saturn, sebuah game konsol dengan kemampuan 32-bit. Saat itu, dukungan dari arcade-converted Sega Rally Championship menjadi salah satu software bisa dibilang cukup bagus. Kepopuleran Saturn saat itu juga ditunjang dengan game Virtua Fighter hingga Nights Into Dreams yang kian ngetop. Bahkan, dua game tersebut masih dikenang hingga saat ini oleh mereka yang pernah memainkan Sega.

Meski Saturn sangat populer di Jepang, namun masyarakat Amerika Serikat dan Eropa banyak yang lebih memilih Nintendo dan PlayStation Generasi 1. Banyak faktor yang menyebabkan Saturn tidak populer di kedua benua tersebut, mulai dari sistemnya yang dirasa kurang hingga minimnya dukungan dari pihak ketiga. Penjualan Saturn sendiri mencapai 9.5 juta unit di seluruh dunia.

Untuk semakin menarik perhatian penggemarnya, Sega merilis game baru, yakni Shining Force 3 dan Panzer Dragoon Saga pada tahun 1998. Sayangnya, lagi-lagi apa yang dilakukan Sega ini tidak berakhir dengan baik. Kedua game baru tersebut tidak mampu menarik perhatian gamers, bahkan tidak sedikit yang menganggap keduanya jelek. Hal ini membuat kepopuleran Saturn serta gamenya kian menurun.

Setelah Sega memutuskan untuk memberhentikan produksi Saturn, bukan berarti Sega langsung putus asa begitu saja. Sega masih ingin terus bertahan dengan merilis produk game konsol terbarunya, yakni Dreamcast. Bersamaan dengan perilisan game konsol baru ini, Sega juga merilis tiga tiga populer, diantaranya seperti Sonic Adventure, Virtua Fighter 3, hingga Sega Rally 2. Game konsol yang merupakan generasi ke-6 ini dirilis pada akhir tahun 1998. Tujuannya perilisannya tak berbeda jauh dari Saturn, yakni untuk menyaingi Nintendo dan PlayStation.

Sega melakukan inovasi baru dengan meluncurkan layanan permainan daring di Dreamcast. Dengan kata lain, Sega lah yang merupakan merk pertama yang mengenalkan layanan daring untuk game konsol. Perilisan layanan daring ini juga menjadi langkah Sega untuk mengantisipasi era cyber yang mulai populer kala itu. Dengan hadirkan jaringan game konsol online, pengalaman bermain game di Dreamcast kian menyenangkan. Tidak hanya itu saja, layanan daring ini juga mampu mengembalikan nama Sega di industri permainan. 

Layanan permainan daring bukanlah satu-satunya inovasi yang dihadirkan Sega pada Dreamcast. Game konsol berwarna putih ini juga telah mendapat dukungan dari sistem operasi Microsoft Windows. Sistem operasi ini diharapkan bisa menjembatani para pemain gamer PC agar bisa memainkan game console. Untuk mewujudkan inovasi ini, Isao selaku Chairman Sega saat ini mulai mendekati Bill Gates, pemilik dari Microsoft.

Di sisi lain, Sega juga mulai mengembangkan webcam yang disebut dengan Drameye. Perilisan fitur ini terbilang sebagai inovasi yang baru. Mengingat saat ini PlayStation belum mengembangkan EyeToy dan Microsoft juga belum mengembangkan Project Natal. Disematkannya webcam membuat gameplay Dreamcast semakin seru serta mampu menunjang pengambilan gambar.

Meski sudah menawarkan banyak inovasi baru, keberuntungan tetap tidak memihak pada Sega. Nyatanya, Dreamcast hanya mampu bertahan seumur jagung saja. Hingga produksinya dihentikan, Dreamcast mampu terjual hingga 10 juta unit. Kurangnya promosi dari Dreameye menjadi salah satu alasan mengapa Dreamcast gagal mencuri perhatian penggemar game konsol. Bahkan, kabarnya Dreameye hanya tersedia di Jepang saja. Menjadi masuk akal mengapa Dreamcast sulit bertahan di tengah persaingan game konsol yang semakin ketat.

Akhirnya, pada 1 November 2000, Sega memutuskan untuk mengubah namanya, dari Sega Enterprise menjadi Sega Corporation yang kini Anda dengar. Keputusan pengubahan nama ini juga berbarengan dengan pertimbangan Sega untuk mulai mundur sepenuhnya dari persaingan game konsol. Tepat pada Maret 2001, Sega memutuskan untuk resmi mundur dari bisnis console setelah Isao Okawa meninggal karena penyakit jantung. Isao Okawa merupakan sosok yang sangat berjasa dari dirilisnya Dreamcast hingga bangkitnya Sega dari keterpurukan yang kian dialami. Keputusan mundur ini membuat Sega memutuskan untuk mengembalikan game yang bisa dimainkan pada Xbox dan Ps2.

Rizki Setyo
Content Author
Berpengalaman dalam Affiliate Marketing sejak tahun 2017, hingga tahun 2023 sudah menjadi tim support Affiliate Marketing untuk campaign dari lebih dari 100 brand dan lebih 20.000 publisher.
Artikel Terkait